-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Sikat Aja, Anaknya Manis Kok—1
Enggak kok, enggak sampai masuk. Percaya deh—23
*
Sinopsis
Ray tak menyangka pengganti Jay adalah Dina. Meski awalnya sempat protes ke boss, wartawan senior disuatu Tabloid akhirnya menerima dengan berat hati. Namun seiring berjalannya waktu, Ray diam-diam mengagumi kepintaran gadis manis itu.
Kedekatan dan keakraban mereka menumbuhkan benih cinta dan gairah yang terpendam yang akhirnya meletup keluar liar tak terkendali, ketika Ray memberanikan diri mencium bibir gadis itu. Ray tak menyangka, partner kerjanya itu mempunyai hasrat biologis yang sangat tinggi hanya dengan sedikit sentuhan
*
Pratinjau
Dalam perjalan pulang
“Kamu marah ya, Ray?”
“Enggak,” jawabku pendek, lebih mengonsentrasikan benakku ke jalan.
“Marah.”
“Enggak.
“Maraahh! Keliatan kok.”
“Enggak tuh, enggak ngerasa.”
Mendadak Dina menarik pipiku, “Nih supaya enggak marah.”
“Aduh,” seruku gusar dan menggelengkan kepalaku lalu menatapnya. Gadis itu menekuk tubuhnya dan memandang dengan gaya tak bersalah,
“Tuh, marah kan?”
Entah apa yang kurasakan saat itu, aku pun tak tahu. Mendadak kutarik setir mobil dan menepikan mobilku.
“Ray? Ada apa?” tanya gadis itu menegakkan tubuhnya.
“Ada ini,” ucapku pendek seraya memiringkan tubuhku dan mengecup bibirnya.
“Mmhh,” gadis itu melenguh saat bibirku menyentuh bibirnya. Sejenak bisa kurasakan otot-otot pundak yang kusentuh melemas. Hanya sekejap, sebelum otot-otot itu mengencang kembali. Dina menyentakkan tubuhku.
“Ray. Apaan sih!”
“Pingin nge-sun aja.”
“Kurang ajar.” Wajah gadis itu terlihat serius dan.. gusar?
Dengan tertawa kuinjak pedal gas dan membiarkan mobilku melaju perlahan di jalanan yang mulai sedikit sepi. Kubiarkan keheningan menyela diantara kami. Menunggu sepatah pertanyaan.
“Maksud kamu tadi apa?” Nah, betul juga kan.
“Enggak apa-apa, pingin nge-sun aja. Aku kan sudah bilang tadi.”
“Kan ada alasannya.”
“Kenapa?” tanyaku meliriknya, “Kamu suka?”
“Gila apa?” sergah gadis itu. Kulirik dari spion penumpang, gadis itu meraba-raba bibirnya dengan pandangan keluar jendela.
“Aku salah?” tanyaku beberapa saat kemudian.
“Enggak salah lagi. Kamu kurang ajar.”
“Kamu tahu kenapa?”
Dina diam saja. Kuputar lagi setir mobil dan berhenti. Dina langsung memiringkan tubuhnya menghadapku, “Apa!”
Dengan tertawa kutatap wajahnya, “Karena, pertama, kamu mabuk, dan kedua, karena kamu menggemaskan.”
Dina terlihat kehabisan kata-kata.
“Aku enggak mabuk.”
“Iya kamu mabuk,” tawaku, “mau bukti?”
Dina menatapku. Dasar yang namanya gadis, kalau sudah kena perangkap enggak bisa mikir,
“Apa coba?”
“Nih,” setengah memaksa kudorong tubuhku ke arahnya dan melumat bibirnya sekali lagi. Dina mencoba menahan tubuhku dengan kedua tangannya. Kembali kurasa tubuhnya melemas sesaat, lima detik matanya terpejam sebelum ototnya kembali mengencang, mendorongku kasar dan menampar. “Hey,” seruku seraya menghindari ayunan tangannya. Dengan tersenyum kutatap matanya yang mulai berkaca-kaca,
“kamu belum pernah dicium?” Mendadak kulihat air mata mengalir di pipinya. Dina menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Berarti belum. Hati-hati kucondongkan lagi tubuhku dan menarik kedua lengannya membuka.
“Jangan menangis ah, nanti kalau ketahuan mamamu bisa berabe.”
Dina masih menggosok-gosok kedua matanya. Dengan tertawa kecil kutundukkan kepalaku dan kembali menempelkan bibirku di bibirnya. Dina mengeluh sesaat, tubuhnya mengejang sebelum akhirnya melemas dalam dekapanku. Kukulum bibirnya lembut, membiarkan lidahku menjelajahi rongga-rongga mulutnya. Kurasakan tubuh gadis itu bergetar dan matanya tetap terpejam. Aku? Tentu saja buka mata, lagi pula kan ekspresi wanita saat dicium itu merupakan sebuah pemandangan yang menurutku menyenangkan.
Kubiarkan gadis itu terlena selama kurang lebih dua menit dalam dekapan dan kuluman bibirku, sebelum kuangkat lenganku dan menyentuh kulit lehernya. Kubelai dan kupijat lembut lehernya, perlahan dengan penuh kehangatan. Kuraba dengan jemariku, dari telinga, dagu, sampai ke batas kerah kaus ketat yang dikenakannya.