Sebuah wilayah di pinggiran hutan yang telah terseret debu kemodernan – para generasi mudanya lebih suka memilih hijrah mencari pekerjaan ke kota – meski tanpa skil memadai. Lalu ketika pulang membawa warna baru bagi desa Pesanggrahan. Sementara generasi tuanya mulai tidak peduli dengan iklim pendidikan di desanya. Mereka lebih suka menjadi ‘para penjelajah hutan’ dan bangga dengan atribut itu. Dan mereka mewariskan tradisi sebagai penjelajah hutan kepada anak-anak mereka.
Pendidikan di Pesanggrahan mati suri bahkan hampir tak tersentuh kecuali oleh seorang pendatang : Pak Solikhan dan Khotimah ( Emak Imah ) – generasi yang tersisa dari leluhur pendiri Pesanggrahan. keduanya berjuang untuk mengembalikan cahaya pendidikan di Pesanggrahan. Namun mereka harus berbenturan dengan iklim Pesanggrahan yang warganya sudah tak perduli.
Kehadiran Tumirah sempat menyemarakkan Pesanggrahan. Dia hadir tidak seperti guru-guru yang pernah menetap di Pesanggrahan. Ia lebih suka menyatakan dirinya sebagai sahabat anak-anak. “Saya bukan guru. Tapi sahabat anak-anak,” katanya.
Dan, anak-anak Pesanggrahan mulai bergairah.
Kegairahan anak-anak semakin bertambah ketika Samin hadir juga di Pesanggrahan. Ia adalah pemuda yang tengah mencari kerabatnya – Pak Solikhan – yang sudah puluhan tahun tak ada kabar beritanya.
Namun Tumirah, Samin dan Pak Solikhan harus berhadapan dengan pemimpin Pesanggrahan – Sukmotejo -- yang lebih mementingkan materi dari hasil hutan dibanding mendukung kegiatan pendidikan baik di sekolah atau di mushola.
Situasi bertambah tegang manakala Sukmotejo dan pendukungnya meminta Tumirah, Samin dan Pak Solikhan meninggalkan Pesanggrahan.
Beruntung Emak Imah tampil membela Tumirah. “Siapapun yang berani melangkahi halaman rumahku dan meminta Tumirah meninggalkan Pesanggrahan, maka dia harus melangkahi mayatku dahulu! Kau dengar, Sukmotejo! Harus melangkahi mayatku dahulu!”
Pembelaan Emak Imah menyelamatkan Tumirah.
Dan di luar dugaan -- dimotori oleh Danuparang -- beberapa warga mulai membela Tumirah.
Pesanggrahan terpecah dalam dua kubu yang saling berhadapan.
Di tengah ketegangan, diam-diam Tumirah dan Samin saling tertarik.
Namun penghalang hadir di antara mereka. Tumpak Siring – anak lelaki Sukmotejo – juga jatuh hati kepada Tumirah, bahkan meminta Bapaknya segera melamar Tumirah.
Tumirah tidak hanya dihadapkan pada warga yang menentang kegiatannya. Tapi juga berhadapan dengan keinginan Tumpak Siring. Sementara hatinya telah tertambat kepada Samin.
ZHAENAL FANANI LAHIR 07 MARET DI DAMPIT, MALANG, JAWA TIMUR.
PENDIDIKAN SD NEGERI DAMPIT 1, MTSN MALANG, MA MALANG DAN UNISMA. BEBERAPA TAHUN NYANTRI DI PONDOK PESANTREN RAUDALATUL MUTA’ALLIMIEN DAN PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SHIROTUL FUQOHA’, MALANG.
KURUN 1993 – 1997 MENULIS SERIAL SILAT
PENDEKAR MATA KERANJANG 12 EPISODE ( CINTA MEDIA, JAKARTA ) JOKO SABLENG 53 EPISODE ( CINTA MEDIA, JAKARTA ) PENDEKAR SERIBU BAYANGAN 18 EPISODE ( KARYA ANDA, SURABAYA )
NOVEL YANG TELAH DITERBITKAN :
MADAME KALINYAMAT ( DIVA PRESS, 2009 ) TSU ZHI ( DIVA PRSS, 2009 ) KANTATA ABABIL ( DIVA PRESS, 2010 ) TROY ( DIVA PRESS, 2010 ) THE CRONICLE OF JENGISKHAN ( DIVA PRESS, 2010 ) AEROMATICAL ( DIVA PRESS, 2010 ) SUJUDILAH CINTAMU ( DIVA PRESS, 2011 ) GERBANG DUNIA KETIGA ( DIVA PRESS, 2011 ) TABUT ; ARK OF COVENANT ( DIVA PRESS, 2011 ) ANAK-ANAK LANGIT ( DIVA PRESS, 2011 ) SHEMA ; WHIRLING DERVISH DANCE ( DIVA PRESS, 2011 ) SENJA DI ALEXANDRIA ( DIVA PRESS, 2011 ), MENORAH ( DIVA PRESS, 2011 ), KARBALA ( DIVA PRESS, 2012 ), BULAN DI LANGIT ATHENA ( DIVA PRESS, 2012 ), SUNSET TERAKHIR DI TEHERAN ( DIVA PRESS, 2012 ).