Tidak semua brutalisme kekerasan politik itu ditampilkan di sini. Buku ini hanya menyoroti secara spesifik pada soal penculikan dan penghilangan paksa aktivis prodemokrasi.
Dan, inilah drama itu. Disebut "drama" atau "teater" karena memang demikianlah adanya. Ada peristiwanya, ada tokoh-tokoh utama dan pendukung. Ada alur. Ada pula "hasil akhirnya". Tetapi, jika biasanya drama umumnya dua atau tiga babak, kitab kliping penculikan dan politik kekerasan 1998 ini terbagi dalam lima babak.
Seperti halnya drama, ada babak perkenalan tokoh utama (Prabowo Subianto); tampilan masalah dan alasan-alasan (lanskap politik militerisme beserta institusinya); jalannya cerita yang dijalin oleh banyak sekali tokoh pendukung (dari para jenderal hingga elite-elite politik sipil; dari korban penculikan hingga para bayangkara hukum yang setia menemani dan membuka pintu gelap "kapal selam" kekerasan yang membungkus wajah kemanusiaan); hingga antiklimaksnya ruang pengadilan.
Semua cerita itu terjalin lewat operasi penglipingan. Narasi utamanya adalah kliping. Sebut saja ini pictorial book. Namun, yang menjadi "pictorial"-nya bukan foto-foto indah dan/atau artistik dari seniman, melainkan guntingan kliping statemen, wawancara, sari peristiwa yang "digunting" dari pelbagai surat kabar dan majalah.
Pembaca diajak membaca dan meresapi serangkaian panjang kutipan yang diikuti "wajah ma(s)sa" dengan segenap-genap aksentuasinya.
******
"Penyusunan buku ini mewakili semangat yang layak diacungi jempol dalam menjaga masa lalu “seperti apa adanya”. Bukan hal baru di Indonesia bila dokumen-dokumen masa lalu tiba-tiba hilang, atau tumpukan buku dan suratkabar dalam perpustakaan yang tercatat dalam katalog tetapi tidak pernah ada wujud fisiknya. Menegasikan sejarah lama dan membuat sejarah baru adalah bagian yang sering muncul dalam sebuah pertarungan politik."
Andi Achdian, sejarawan dan bergiat di Sejarah Lintas Batas (Sintas)
"... memang tidak pernah ada hukuman bagi pelaku kejahatan HAM. Karena impunitas. Jadi, jangan heran, jika—naudzubillah—kelak akan terjadi lagi, dan lagi. Entah siapa korbannya. Semoga bukan saya, atau kita, atau anak saya dan anak kita. Bangsa ini memang pemurah, sayangnya termasuk dalam urusan nyawa yang cuma selembar ini."
Zen RS, jurnalis
Muhidin M. Dahlan merupakan pendiri Radio Buku dan pengelola Warung Arsip. Dokumentator partikelir yang tinggal di Yogyakarta ini pernah memimpin riset dan melahirkan beberapa buku tebal, antara lain Seabad Pers Kebangsaan (1907–2007), Seabad Kronik Kebangkitan Indonesia (1908–2008), Karya-Karya Lengkap Tirto Adhi Soerjo, Almanak Seni Rupa Jogja (1999–2009), dan 100 Konser Musik Penting di Indonesia.
Andi Achdian adalah sejarawan dan pengajar. Karya terbarunya, Ras, Kelas, Bangsa: Politik Pergerakan Antikolonial di Surabaya Abad ke-20 (2023).
Zen RS adalah penulis, jurnalis, dan dokumentator partikelir. Di bawah panji lembaga Gerpolek Plot yang didirikannya, penulis Simulakra Sepakbola ini menggelar "lapangan tanding" lewat praktik dokumentasi untuk membicarakan banyak tabu. Twitter: @zenrs.