Buku ini mengajak kita mengenal banyak hal tentang Amerika. Sebagian dari kita selama ini mungkin mengenal Amerika adalah negara super power dengan berbagai produksi film Hollywood-nya. Namun, selain dari apa yang telah kita kenal, Amerika ternyata menyimpan kebudayaan dengan sejarah yang menarik serta memiliki tempat- tempat yang indah dan terkenal, seperti San Francisco, Grand Canyon National Park, air terjun Niagara, dan beberapa tempat lain yang termasyhur. Hamka juga mengunjungi berbagai universitas yang ada di Amerika sebagai perbandingan dengan universitas di Indonesia dan menjadi contoh bagaimana peraturan bisa tegak di negeri yang pernah membedakan orang berkulit hitam dengan orang berkulit putih.
Selain terkenal dengan sebutan negara super power, Amerika terkenal dengan negara yang hidup dalam kebendaan (materialisme). Namun, Amerika juga mengirimkan zending dan misi agama sampai ke negeri Tiongkok sebab universitas-universitas yang ada di Amerika juga marak kegiatan keagaaman. Bahkan, saat kunjungan empat bulannya ke Amerika pada tahun 1950-an, Buya Hamka sempat mengunjungi seorang yang mengaku dirinya sebagai Tuhan, bernama Father Divine. Father Divine lahir dari perasaan rendah diri yang terdapat dalam jiwa orang Negro karena dipandang hina oleh orang kulit putih Amerika.
Demikianlah kesan-kesan yang didapat Buya Hamka saat kunjungan ke Amerika Serikat. Buah dari tulisan seorang penasihat Kementerian Agama Republik Indonesia pada tahun 1952 (25 Agustus-25 Desember 1952) semoga menjadi inspirasi bagi kita bahwasanya sebuah kenangkenangan dari sebuah perjalanan tidak hanya berupa barang.
Tulisan yang menarik dan menggugah banyak orang, bisa jadi lebih berharga dan diminati banyak orang karena hasil pengamatannya bisa dinikmati oleh lebih banyak orang. Namun, pesan dari Buya Hamka bahwa segala hal baik yang ada di negeri orang, “Tanah airku pun bisa.”
[Gema Insani] [Buya Hamka] [Hamka]
Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah gelar Datuk Indomo, pemilik nama pena Hamka (lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyahsampai akhir hayatnya. Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamkamilik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu, Hamka tercatat sebagai penulis Islam paling prolifik dalam sejarah modern Indonesia. Karya-karyanya mengalami cetak ulang berkali-kali dan banyak dikaji oleh peneliti Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Tulisannya telah menghiasi berbagai macam majalah dan surat kabar. Yunan Nasution mencatat, dalam jarak waktu kurang lebih 57 tahun, Hamka melahirkan 84 judul buku. Minatnya akan bahasa banyak tertuang dalam karya-karyanya. Di Bawah Lindungan Ka'bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dan Merantau ke Deli yang terbit di Medan melambungkan nama Hamka sebagai sastrawan. Ketiganya bermula dari cerita bersambung yang diterbitkan oleh majalah Pedoman Masyarakat. Selain itu, Hamka meninggalkan karya tulis yang menyangkut tentang sejarah, budaya, dan bidang-bidang kajian Islam.