Dibalik Kacamata Itu

Penerbit Ernest
2.7
리뷰 11개
eBook
220
페이지
검증되지 않은 평점과 리뷰입니다.  자세히 알아보기

eBook 정보

 Pagi – pagi gue datang telat ke kampus. Karena teman gue, insomnia, ga mau pisah dengan gue. Yah, mau ga mau, gue menyibukkan diri dengan game yang sudah memanggil – manggil. Ga terasa waktu sudah menunjuk pukul 5 dan gue dengan santainya belum mau istirahat. Padahal, gue ada kelas jam 8.30, 10.30, 14.30, 16.30 dan 18.30. Bayangin coba, mahasiswa yang mana mau ga tidur dengan jadwal kuliah seperti itu kecuali gue sendiri.

Mulai jam 6 pagi gue merebahkan diri di ranjang empuk yang terbuat dari kumpulan busa – busa yang sudah lepes. Alarm  hape udah terpasang, berharap sang hape membantu gue bangun dari dunia mimpi. Setelah dipasang, gue  mulai berimajinasi tentang hal – hal yang ga diperlukan untuk berpikir. Contoh, kalau boker nanti, gue nyanyi apa. Terus kalau guejatuh cinta sama dia, pelet gimana yang gue pake agar dia mau sama gue, terus...  ah sudahlah, makin ngawur nanti pikir gue. Gue akhirnya bisa tidur dengan pulas

KRIIIING ....KRIIING....KRIIIING ....KRIIING....

Jam alarm berbunyi dan gue ga menghiraukan alarm itu. Ibarat kata, kayak orang lagi pacaran datang  sms dari mama suruh pasang tabung gas karena takut meledak. Sempat sih gue terbangun, tapi seperti yang kalian alami layaknya mahasiswa, nyalanya alarm pasti ada tenaga untuk bangun, yah bangun untuk mematikan alarmnya. Gue narik selimut lagi dan meloncat indah ke dunia mimpi.

KRIIIING ....KRIIING....KRIIIING ....KRIIING....

Untuk kedua kalinya gue bangun setengah lemas, semua badan terasa kayak baru berolahraga angkat beban selama 5 jam. Berat banget rasanya, kaya mau lepas tulang – tulangnya. Dengan penuh tenaga sesak bokerpun, gue mencoba untuk bangun dan ....

“Apa! Udah jam 8.45, Akh, mana dosennya killer lagi”

Dengan segera dan melebihi kecepatan The Flash gue udah berpakaian rapi tanpa modal cuci muka ataupun mandi. Biasa kalau orang ganteng, mandi ga mandipun tetep kece.

Dengan berlari – lari kaya dikejar polisi, gue berhasil sampe ke kampus pukul 09.00 . Dan gue sadar bahwa, ruangan kelas ada dilantai 3. Dengan muka penuh pasrah, gue datang ke kelas. Dari sudut jauh, teman yang ada di dalam kelas ngasi kode sama supaya ga usah masuk. Tapi mengingat absen yang begitu anjlok dan siap terima nilai E, gue  memberanikan diri masuk. Kuketuk pelan – pelan pintunya.

“Permisi pak”

“Yah, ada yang bisa saya bantu?”

“Saya mau masuk kelas,pak”

“Untuk apa kamu masuk? Bukannya kita sudah membuat peraturan sebelumnya. Bahwa yang telat 3 menitpun tidak bisa  masuk. Apalagi kamu yang sudah terlambat 45 menit.”

“Maaf pak. Saya salah, saya mengerjakan tugas besar dari dosen jadi harus tidur subuh”

“Lha, itu bukan urusan saya. Kamu disini kuliah, jadi harus mengikut tiap peraturan dosen”

“Maaf pak, maaf kali pak. Tapi absen saya udah di ambang batas. Mohon pengertiannya”

“Sekarang kamu memilih, lebih bagus kamu masuk tapi nilai kalian 1 kelas E semua atau kamu keluar dan tidak ikut ujian karena absenmu”

Dengan muka yang tak berpengharapan gue pun bingung mau milih yang mana. Di satu sisi gue ga mau Cuma gue aja yang jelek nilainya, di sisi lain iya juga  korbankan kawan – kawan karena kecerobohan gue ini. Yang ada malah gue yang disidang anak – anak.

Dan berat hatipun, gue keluar dari kelas. Sangat jleb di hati, layaknya pukulan guru agama waktu jaman sekolah. Sangat sakit, lebih sakit dari sakit gigi dan sakit hati. Bahkan sakit karena dimarahi orang tua aja masih lebih kecil diibanding yang satunya. Ibarat kata, pukulannya itu kaya dihantam huluk eh Hulk.


Mengingat pukulan guru agama itu, gue ga jadi bersedih hati karena mengingat kisah guru agama yang bisa buat gue tersenyum dikit. Yah, tersenyum mengejek dengan apa  yang dilakukannya.

Di pagi hari, seperti biasa gue telat bangun untuk pergi ke sekolah. Dengan santai dan tetap kalem, gue menyempatkan diri untuk mandi. Nyokap pun mengomel dengan suara 5  oktaf. 1 rumah bisa merasakan aura suaranya, bahkan suara nenek – nenek sihir aja bisa kalah. Tapi tetep, gue bisa merasakan yang namanya kebersihan. Walaupun udah mau telat, hal pertama yang gue lakuin yah musti mandi, kalau ga mandi ga bakalan pergi ke sekolah.

Selesai mandi, lihat jam dan coba tebak. Waktu tinggal 15 menit, padahal jarak dari rumah ke sekolah itu ibarat kata dari Dago Bandung ke kampus gue di Dayeuhkolot. Yah kira – kira cuma makan waktu 1 jam doang dan itu udah paling cepat karena ga macet. Bayangin aja gimana pergi ke sekolah dan udah gitu macet lagi. Yah memang udah apes nasib gue, tapi tetep kalem. Bahkan sampai emak aja bingung melihat.

“Ton, kok dari kemaren kau kenapa santai aja?”

“Heh? Maksud emak gimana?”

“Terlambat ke sekolah santai, makan juga santai. Mau jadi apa nantinya kau kalau gini?”

“Oalah maaak maaak, untuk apa buru – buru? Toh juga ntar kena hukuman”

“Kalau kaya gini terus, gimana kalau udah kuliah dan kerja?”

“Yang ada malah kau jadi ga dipandang sebagai sosok yang patut ditiru”

“Eh, tumben emak ngomong gini kaya pembicara yang tenar –tenar itu” kata gue sembari menghindari omongannya.

“Selo sih mak, yang namanya hidup itu kalau dikejar deadline terus kapan selesai secara sempurna. Lebih bagus gitukan daripada buru – buru dan hasilnya ga bagus” lanjut gue.

“Lah, kau sendiri sejak kapan ngomong kayak konsultan gitu. Tumben – tumbenan kau ngomong gitu”

“Itukan emak duluan ngomong gitu, yah aku membalasnya gitu juga”

“Ah, terserahmu. Itu, udah mama siapkan makanan untukmu. Kamu panaskan motormu sekarang biar ga telat banget”

“Siap!”

Motor sudah panas, perut sudah siap tempur dan gue pun berangkat. Tapi kayaknya ada yang kurang menurutku. Isi tas  kayaknya lebih ringan, padahal harusnya hari ini biasanya bawa tas penuh dengan perjuangan. Tapi, bodo amatlah yang namanya juga udah telat ga mikir – mikir apalagi. Gue berangkat dengan gantengnya, dengan helm anak punk yang dikasi duri duri diatasnya.

Entah kenapa gue dulunya bisa berpikir kalau itu sungguh terlalu keren. Bayangin aja kalau sekarang dipakai untuk pergi kuliah. Yang ada jadi badut di kampus. Tapi ah sudahlah, namanya juga masih jamannya labil. Yang mana aja kalau kena di hati,pasti keren. 

평점 및 리뷰

2.7
리뷰 11개

이 eBook 평가

의견을 알려주세요.

읽기 정보

스마트폰 및 태블릿
AndroidiPad/iPhoneGoogle Play 북 앱을 설치하세요. 계정과 자동으로 동기화되어 어디서나 온라인 또는 오프라인으로 책을 읽을 수 있습니다.
노트북 및 컴퓨터
컴퓨터의 웹브라우저를 사용하여 Google Play에서 구매한 오디오북을 들을 수 있습니다.
eReader 및 기타 기기
Kobo eReader 등의 eBook 리더기에서 읽으려면 파일을 다운로드하여 기기로 전송해야 합니다. 지원되는 eBook 리더기로 파일을 전송하려면 고객센터에서 자세한 안내를 따르세요.