Makaji tak mungkin menjadi Juru Masak di kenduri pernikahan Renggogeni dengan lelaki lain. Ngeri ia membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial, anak laki-lakinya, yang mencintai Renggogeni, lebih dari mencintai dirinya sendiri. Tapi Mangkudun (ayah Renggogeni) bulat-bulat menolak pinangan itu; jatuh martabat keluarga kita bila anak Juru Masak itu jadi suamimu…
Dalam sebagian besar cerita Damhuri, kampung terungkapkan dalam bahasanya sendiri, bahasa yang mengungkap perbendaharaan kampung, tanpa harus berarti usang, karena baik persoalan, maupun sudut pandang dan pendekatannya, sepenuhnya berpijak pada masa kini. Bagai menjawab suatu nostalgia, sekaligus mengingatkan agar tak terlena…
Seno Gumira Ajidarma, novelis
Damhuri Muhammad, lahir 1 Juli 1974. Alumnus Pascasarjana (S2) Filsafat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2001). Bermukim di Depok, Jawa Barat. Ia menulis cerpen, esai seni, kritik buku, kolom budaya, di media-media nasional. Karya fiksinya: Laras (2005), Lidah Sembilu (2006), dan Juru Masak (2009), Anak-anak Masa Lalu (2015). Cerpennya Ratap Gadis Suayan, Bigau, Orang-orang Larenjang, dan Lelaki Ragi dan Perempuan Santan, Nelayan yang Malas Melepas Jala, Tubuh Ayah Berwarna Tanah, terpilih dalam buku cerpen pilihan Kompas, pada tahun pemilihan yang berbeda-beda. Buku esai sastra; Darah-daging Sastra Indonesia (2010). Dua cerpennya, Juru Masak dan Banun, terpilih sebagai materi kajian cerpen dalam buku Pelajaran Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri dan Akademik) Kelas XI (SMA, SMK, MA), semester 1 (Kurikulum 2013). Ia bekerja sebagai redaktur sastra (tamu) di harian Media Indonesia (2014-2018). Kini ia berkhidmat sebagai pengajar filsafat di Universitas Darma Persada, Jakarta. Saat ini ia sedang menyiapkan penerbitan buku non-fiksi terkininya, Takhayul Milenial. Bisa dihubungi di akun twitter; @damhurimuhammad