Ahmad Fuady menuliskannya bukan sebagai buku sejarah, hadits, apalagi fikih. Ia menuliskannya dalam rentang yang lebar, sekaligus menusuk. Di banyak bagian, buku ini mengajak pembaca untuk menapak jalan ke dalam diri sendiri, bersikap kritis terhadap jiwa sendiri, sekaligus melebarkan pandangan sikap terhadap banyak hal dalam kehidupan. Dua kisah pembukanya, "Mencari Tongkat Musa" dan "Elektabilitas Thalut" mendorong pembaca untuk membelalakkan mata dan bersiap dengan hidangan kisah dari mula wahyu turun kepada Rasulullah Muhammad hingga kemenangannya kembali di Fathu Mekkah.
Ahmad Fuady adalah dokter yang mencintai buku dan menulis. Ia tumbuh dan belajar agama dari lingkungan keluarganya di Jakarta sebelum menempuh studi Sukabumi, dan kembali lagi ke Jakarta untuk belajar kedoktreran. Semasa kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itulah, Fuady mulai menulis catatan-catatan kecil. Buku pertamanya, Negeri Sukun: Kelakar Sang Kiai untuk Negeri (Republika, 2009), adalah kumpulan catatan kecil tentang refleksi keagamaan dan sosial. Catatan-catatan lainnya semasa kuliah juga dibukukan dalam Yang Cantik Yang (Tidak) Bahagia (Leutikaprio, 2013).
Fuady juga menulis beberapa buku ilmiah, Jaminan Kesehatan Universal dan Pemenuhan Hak Kesehatan (Badan penerbit FKUI, 2015), Arsitektur Jaminan Kesehatan Indonesia (Sagung Seto, 2019), dan Pandemi Multirupa (2021).
Setelah menyelesaikan pendidikan S3 di Erasmus University Rotterdam, Belanda, Fuady melanjutan karir risetnya sebagai peneliti postdoctoral di International Agency for Research in Cancer/ World Health Organization, di Lyon, Perancis. Fuady aktif menulis artikel ilmiah, opini, dan artikel lepas lainnya yang dapat dibaca di website pribadinya, www.aafuady.com.