“Ra, kayaknya aku nyerah.” Kinanti berkata sambil matanya menyeruakkan embun.
Amira menatap sahabatnya tak berkedip. “Maksudmu?”
Sebuah helaan napas panjang terdengar. “Apa yang bisa dipertahankan dari sebuah pernikahan yang tak memberikan bahagia?” tanya Kinanti retoris.
Amira menyesap cokelat hangat di hadapannya. Ia bukan tak tahu masalah yang dihadapi sahabatnya. Bukan kali ini saja Kinanti berniat mengakhiri penikahannya. Akan tetapi, ia selalu berusaha membesarkan hati sahabatnya. Amira yakin, pernikahan mereka masih bisa diperbaiki.
“Coba kalian pergi berdua, bulan madu lagi. Anak-anak biar sama aku. Kalian bicara dari hati ke hati.”
Kinanti tersenyum miris. Gurat kecewa terlihat di wajahnya. “Jangankan liburan berdua, mengantar Abhi sekolah atau menjemputnya saja ia tak ada waktu. Kurasa Mas Biru memang sudah tidak peduli pada kami. Untuk apa terus bersama?” Kinanti menjeda sejenak, menyeruput coklat hangat, dan membiarkan rasa manisnya perlahan melewati mulut.
“Kami seperti dua makhluk yang hidup dalam satu galaksi tapi berbeda planet,” lanjutnya. Kinanti menatap lurus ke depan. “Untuk apa mempertahankan sebuah pernikahan yang hambar?”